Thursday, December 13, 2012

Andi yang Kesatria

Sungguh menarik tatkala membaca seratusan komentar pembaca saat menanggapi isi berita bertujuk Tersangka, Andi Mallarangeng Mundur dari Jabatan Menpora yang tayang di Kompas.com beberapa hari lalu (7/12). Dari sekian banyak komentar yang bernada mencemooh, ternyata tidak sedikit pula yang memberi apresiasi dan pujian.

Mereka yang memberi apresiasi dan pujian atas keputusan Andi Mallarangeng untuk mundur dari jabatan Menpora dan Sekertaris Dewan Pembina (kepengurusan) Partai Demokrat menganggap, langkah yang diambil tokoh asal bumi Anging Mammiri ini sebagai sikap kesatria, betul-betul gentlemen. Bahkan, beberapa orang pembaca menamsilkan Andi, dengan sikapnya yang kesatria itu, laksana seorang pahlawan gagah berani asal Makassar: Raja Gowa, Sultan Hasanuddin. Julukan "Ayam Jantan dari Timur" pun disematkan kepada Andi.

Tentu tak patut lagi pantas gelar kesatria disematkan kepada seorang koruptor yang telah merampok bangsanya sendiri. Apalalagi, gelar "Ayam Jantan dari Timur", tentu lebih tak pantas lagi. Lantas gelar apakah yang pantas untuk Andi? Sebelum menjawabnya, harus ditegaskan terlebih dahulu bahwa status Andi saat ini adalah tersangka. Artinya, dia belum diputus bersalah oleh pengadilan atas kasus korupsi yang disangkakan kepadanya.

Meskipun sejarah selama ini mencatat, tak satu pun mereka yang dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK bisa lolos di pengadilan, asas praduga tak bersalah tetap harus dikedepankan. Karenanya, terlepas layak atau tidaknya Andi digelari kesatria atau "Ayam Jantan dari Timur", satu hal yang pasti, Andi belum saatnya digelari koruptor. Pengadilanlah yang akan menentukan apakah gelar tersebut pantas atau tidak disematkan kepadanya.

Selain itu, terlepas dari kasus korupsi yang membelit Andi. Langkah mundur yang diambilnya memang layak diapresiasi. Seperti kata banyak pengamat, ini adalah sebuah preseden baik bagi penegakkan hukum di negeri ini. Andi telah menjadi contoh bagi pejabat publik lainnya: jika terjerat kasus korupsi dan telah dinyatakan sebagai tersangka, sebaiknya segera mundur dari jabatan yang diemban. Karena yang seperti itu adalah langkah yang lebih terhormat lagi tahu malu.

Beri kesempatan
Berbicara soal kehormatan dan rasa malu, ada yang menarik jika ditinjau dari aspek sosio-kultural terkait langkah mundur Andi. Diketahui, orang Bugis-Makassar sangat kental dan menjunjung tinggi yang namanya budaya siri', lengkapnya siri' na pacce. Ini telah menjadi semacam falsafah hidup yang bersamayam dan mendarah daging dalam diri setiap orang Bugis-Makasar, termasuk Andi tentunya.

Budaya siri' menempatkan harga diri, kohormatan, dan martabat--pribadi, keluarga, dan tanah air--sebagai sesuatu yang harus dijaga dan perjuangkan meskipun nyawa taruhannya. Mirip orang Jepang (samurai) dengan falsafah harakiri-nya. Inilah sebetulnya yang menjadi asbab hingga kenapa orang Bugis-Makassar terkenal pemberani dan tak sungkan bertaruh nyawa untuk menegakkan yang namanya harga diri, kehormatan, dan martabat itu. Bagi mereka, lebih baik mati bersimbah darah dengan badik tertancap di dada ketimbang harus hidup menanggung malu.

Dan saya kira, spirit budaya siri' pulalah yang mendorong Andi berani bersikap kesatria dengan menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Menpora dan pengurus Partai Demokrat. Spirit budaya siri' pulalah yang   menjadikan Andi bakal bertarung habis-habisan kala menjalani proses hukum di waktu-waktu ke depan. Tentunya dengan satu tujuan: menegakkan kembali kehormatan dan martabat diri dan keluarganya, keluarga Mallarangeng, yang sedang goyah lagi tercoreng. Untuk itu, saya kira tak ada salahnya kalau kita memberi kesempatan kepada Andi, yang dalam raganya mengalir darah bangsawan Bugis-Makassar itu, untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar tak bersalah. (*)

No comments:

Post a Comment